
Walaupun demikian, saya sama sekali tidak menaruh
curiga dengan kondisi yang sangat aneh itu, mungkin karena faktor usia yang
masih belum bisa memancing nalarku berfikir untuk menggali lebih jauh informasi
yang disaksikan langsung oleh mataku tadi.
Saya hanya berusaha berjalan lurus ditengah hutan
semak dan pepohonan besar tanpa
mengetahui kearah mana saya harus berjalan untuk kembali kerumah, hingga beberapa
saat kemudian saya menemukan sebuah pagar.
“Hei nak…kamu anaknya La Hasa?.” Tiba-tiba suara nenek
mengalihkan pandanganku untuk mencarinya. Rupanya Ia datang dari belakangku
sambil memegang kacang panjang. Ia tanpa berkata banyak lagi langsung saja
menggendongku. Walaupun namanya hingga saat ini sudah saya tidak ingat, namun
doaku selalu untuknya semoga Tuhan memberinya tempat yang layak disisiNya, Aamiin.
Dalam dekapan Nenek itu sayapun berharap Ia mengenaliku
dan bisa mengantarkanku pulang kerumah bertemu dengan kakak dan orang tuaku. Dengan
tenaganya yang terbilang pas-pasan karena usia, Nenek itu sangat semangat
berjalan. “Nak…kamu dari mana saja? Sudah tiga hari kamu dicari,”
kata Nenek itu sambil terus berjalan.
Saat itu memang saya belum bisa berkata apa-apa, entah
karena masih terpengaruh dengan kejadian sebelumnya, atau karena memang belum
mengerti dengan apa yang dikatakan sang Nenek.
Dengan tubuh yang terluntah-lunta, Ia berusaha terus
berjalan seolah menemukan semangat baru diusianya yang senja ini. Sementara
semak-semak yang menghadang dianggap sebgai sahabat yang butuh belaian. Saya
hanya terdiam, mungkin merasa nyaman digendongannya atau mungkin saya menikmati perjalanan itu.
Dari kejauhan, sudah nampak suara bersahut-sahutan
memanggil namaku, “Ajuuuuuuuuulll…” “Ajuuuuuuuuuullll”. Panggilan itu membuatku
yakin, bahwa apa yang dikatakan Nenek tadi saya sedang dicari oleh banyak orang
benar adanya. Tetapi ada apa mereka mencariku? Bukankah saya hanya pergi
beberapa menit?.
“Dia disiniiiiiiiiiiiiiiiiiiiii………..!!! tiba-tiba
Nenek yang menggendongku berteriak keras. Sontak saja membuat orang-orang
berlarian mendekatiku, yang salah satunya adalah paman saya sendiri La Nggele,
Ibu saya dan keluarga lainnya, langsung memeluk. Lalu saya dimandikan, dan
diberi makan.
Anehnya, di genggaman saya terdapat 5 biji buah biji hutan yang oleh
keluarga setempat menyebut itu biji patiwala entah isyarat apa. Saya
menggenggam itu dengan erat dan butuh sebuah prosesi adat untuk mengambilnya.
Pasca kejadian itu, keluarga saya langsung menyimpulkan
bahwa saya telah disembunyi oleh Jin yang marah akibat rumahnya (pohon
beringin) ditebang oleh ayah saya hingga menyisahkan beberapa dahan saja. Walaupun
keberadaan saya alam itu hanya beberapa menit, rupanya di dunia nyata sudah tiga
hari saya meninggalkan rumah. Keluarga saya bersyukur karena saat saya di alam
Jin saya tidak sempat makan, karena jika saya sempat makan, keluarga saya
berpendapat bahwa saya pasti tidak akan kembali.
Saya sangat bersyukur waktu itu karena bisa bertemu
dengan keluarga, walaupun usia saya sangat muda untuk merekam semua kejadian
tersebut, namun berkat paman saya, tante, dan para tetangga saya waktu itu yang
terus bercerita kapanpun ketika bertemu saya hingga saya sangat mengingatnya.
Bahkan hal itu menjadi guyonan keluarga ketika menyapaku kapan dan dimanapun
saya berada.
Cerita ini saya tulis untuk menjadi pelajaran kepada
kita semua bahwa pentingnya hidup saling menghargai antara manusia dan Jin, di
pohon-pohon yang besar itulah para Jin tinggal dan perlu kita hargai selayaknya
kita menghargai diri kita sendiri. Karena tidak semua Jin itu jahat, ada bangsa
mereka yang begitu baik.
Saya juga membuka Al Quran dikatakan “Dan
sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang shalih dan di antara kami ada
(pula) yang tidak demikian halnya. Adalah kami menempuh jalan yang
berbeda-beda.” (Al-Jin: 11).
Julhan
Sifadi