
Gemuruh air yang ditepis bebatuan kecil membuatku sedikit tersenyum dan bernafas lengah untuk melepas kepenatan.
Tidak
ada rumah penduduk disekitar itu, yang nampak hanyalah hamparan semak belukar
yang bergoyang lembut mengiring gerakan angin.
Aku
mencoba menarik nafas panjang, entah dari mana memulai cerita ini.
Menengadahkan kepala melirik langit tetapi terhalang ranting.
“Aahhh…..sudahlah.”.
Perasaanku
kali ini biarlah Tuhan yang mengetahuinya, aku tidak mau menghianati kerinduan
Tuhan yang dikirim melalui air mataku. Tanganku masih cukup kuat untuk sekedar
mengelus dada dan memaksa bibirku untuk tetap tersenyum tanpa beban.
Tetapi
sampai kapan? Sampai kapan aku harus menjadi saksi atas kesuksesan
teman-temanku dengan gelar sarjananya,
dengan kariernya yang
menjanjikan, dengan mobil mahalnya, dengan rumah mewahnya?.
Ahh…tidak,
aku tidak mengejar itu aku hanya menginginkan pendidikanku ke jenjang sarjana
agar bisa merangkul pundak ayahku didepan sorotan kamera.
Aku
belum kalah, aku masih cukup kuat untuk hidup mandiri tanpa harus membebani
kedua orang tuaku. Mereka sudah cukup
untuk membiayai adik-adiku dan memberi mereka makan untuk bertahan hidup.
Aku
tidak boleh manja untuk meletakkan tanganku dibawah. Kota besar seperti
tempatku melanjutkan pendidikan harus bisa menopangku. Aku..bisa…aku bisa.
Yah…hari
itu tekatku telah bulat untuk mencari pekrjaan di ibu kota, demi membiayai
kuliahku. Uang semester belasan juta harus dapat kupenuhi untuk dapat
melanjutkan pendidikan di universitas terkemuka di ibu kota itu.
“Tetapi
perusahaan mana yang mau menerima wanita berhijab syar’i sepertiku?”.
Pertanyaan
itu menjadi jaring laba-laba beracun yang membayangi pikiranku. Seolah ia telah
merasuk tetap untuk menghantui setiap langkah dan usahaku.
Kucoba
bertanya pada Tuhan, dimana letak keadilan terhadap pandangan manusia yang
tercipta dari segenggam dengkul itu?
Andai
saja aku kekal di dunia ini, mungkin saja aku bisa memenuhi kriteria banyak
perusahaan yang menghendaki wanita untuk menempatkan diri sebagai makhluk dengan
segala keindahannya.
Tetapi
semua itu tidak mungkin, tidak mungkin aku mengorbankan air mataku yang telah bersahabat
dengan sepertiga malam. Tidak mungkin aku mengesampingkan pengetahuanku bahwa
aku hanya sementara di dunia ini.
Aku
terlalu lemah untuk menuruti arus air yang mengikis akidah akibat jaman yang
semakin maju. Meninggalkan dunia dengan gelimang kemewahan dan janji-janji
kolot yang terlahir sejak jaman Firaun.
Aku
wanita lemah dengan segala kekurangan, tetapi Tuhan tidak mungkin salah menciptakanku
pada masa ini.
“Astaghfirullah…..”
seekor semut hitam meraih tanganku dengan gigi-gigi tajamnya. Rupanya ia
menyapaku lalu menari-nari diatas telapak tangaku.
Ia
butuh ratusan bahkan ribuan ekor hanya untuk menyamai ukuran tanganku. Tetapi ia hanya butuh 1 ekor untuk
membuatku tau bahwa ia hadir di sekitarku dengan caranya yang sedikit genit.
Maha
besar Allah, yang menciptakan semut-semut kecil ini dan melahirkan sumber-sumber
kehidupan bagi banyak hewan lain di muka bumi.
Aku
jadi teringat Surah Hud ayat ke 6 “Dan
tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi
rezekinya,”.
Hari
itu semut kecil itu memberiku catatan kecil yang melahirkan semangat baru dalam
diriku. Memutus jaring laba-laba beracun yang menggerogoti pikiranku. Dan
bukankah dalam Ar Rad ayat 26, dan Al Isra ayat 30, telah di catat bahwa :
Ar Rad (13) : 26
اللّهُ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَقَدِرُ وَفَرِحُواْ بِالْحَيَاةِ الدُّنْيَا
وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا فِي الآخِرَةِ إِلاَّ مَتَاعٌ
“Allah meluaskan
rezeki dan menyempitkannya bagi siapa yang Dia kehendaki. Mereka bergembira
dengan kehidupan di dunia, padahal kehidupan dunia itu (dibanding dengan)
kehidupan akhirat, hanyalah kesenangan (yang sedikit)”
Al Isra (17) : 30
إِنَّ رَبَّكَ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَن يَشَاءُ وَيَقْدِرُ إِنَّهُ كَانَ بِعِبَادِهِ
خَبِيراً بَصِيراً
Sesungguhnya Tuhanmu melapangkan rezeki kepada siapa yang
Dia kehendaki dan menyempitkannya; sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha
Melihat akan hamba-hamba-Nya.
Rasanya,
aku terlalu naif jika membenturkan diri pada pandangan sebagian manusia yang
belum kutemukan celah dimana aku bisa meraup rejekiku sendiri. Maka tidak ada
sesuatu yang mustahil jika Tuhan menghendaki.
***
subhanALLAH Cerpennya sangat menyentuh :-)
Hehee thnks dan selamat menyerap makna dan pesan didalamnya. Semoga bermanfaat. Salam