Terlambatnya pemberlakuan program transportasi massa di Kota Jakarta bisa
menjadi satu alasan mengapa macet masih menjadi sahabat kota Jakarta. Kondisi
tersebut diperparah lagi dengan terus meningkatkan jumlah kendaraan yang tidak
dibarengi dengan manajemen transportasi yang baik.
Kondisi ini memang sudah menjadi trend kota Jakarta hingga ada sebuah status yang melekat bagi
Jakarta yaitu “Tempat Menguji Kesabaran”.
Lalu, sampai kapan kondisi ini
terjadi?.
Pemerintah sebenarnya telah melakukan berbagai
terobosan untuk mengurai kemacetan, misalnya menghadirkan trans Jakarta, penerapan jalur three
in one, hingga pembatasan jalur bagi pengguna kendaraan bermotor roda dua.
Tetapi Jakarta masih kembali dengan kondisinya, dan
kabar baiknya adalah, pemerintah saat ini membangun MRT, perluasan dibeberapa badan
jalan, dan penambahan ruas tol dalam kota.
Pertanyaan selanjutnya, apakah semua itu menjamin untuk bebas dari macet? Bisa iya bisa
juga tidak karena jawaban sebenarnya dan yang menentukan itu berhasil atau
tidak, bebas tidaknya kota Jakarta dari Macet adalah kesadaran masyarakatnya
sendiri.
Disisi lain, pihak Kepolisian dalam kapasitasnya
sebagai pelaksana manajemen dan rekayasa lalu lintas berdasarkan UU nomor 22
tahun 2009 juga butuh formula khusus untuk memecahkan persoalan ini.
Polisi harus berani tegas dan tepat melalui 2
pendekatan yakni Pendekatan EMPATSA dan TEPAT.
Pendekatan EMPATSA dimaksud yaitu dipaksaSA,
terpaksSA, biSA, dan akhirnya biaSA.
Masyarakat harus DIPAKSA terhadap suatu aturan dan penindakan
tegas setiap para pelanggar lalu lintas mulai hal-hal yang terkecil, dan denda
seberat-beratnya bagi pelanggar jika perlu sanksi pencabutan SIM. Selanjutnya,
masyarakat harus dibuat TERPAKSA untuk menuruti aturan seperti pembatasan
jalur-jalur tertentu.
Memecahkan kemacetan Jakarta sama dengan merubah mindset masyarakat dari tidak BIASA
menjadi BIASA sehingga masyarakat harus dipaksa untuk BISA agar BIASA mentaati aturan.
Pendekatan kedua adalah TEPAT yaitu menggalangkan
gerakan Taat, Etika dan PATuh bagi para pengendara.
Semangat ini berkaitan dengan rendahnya kesadaran
masyarakat terhadap efek kecil pelanggaran yang dilakukan dan implikasinya
terhadap kemacetan Jakarta. Hal ini terlihat dari beberapa titik yang kerap
menjadi langganan macet yang disebabkan oleh satu kendaraan parkir di badan
jalan, berhenti atau menurun naikkan penumpang di badan jalan, memutar balik
bukan pada tempatnya, melawan arus, dan sebagainya.
Mewujudkan pendekatan TEPAT juga dapat dilakukan
dengan sistem “penyaringan dini” melalui pemeriksaan rutin kelengkapan
kendaraan dan surat-surat kendaraan secara rutin terhadap sejumlah kendaraan
bermotor yang hendak memasuki kota Jakarta. Sehingga secara otomatis kendaraan
yang memasuki kota Jakarta adalah mereka yang memiliki kelengkapan dan memenuhi
syarat untuk berkendara dengan TEPAT.
Sistem ini juga dapat memanfaatkan teknologi face
recognition yang memungkinkan seseorang
dapat teridentifikasi memiliki kelengkapan kendaraan dan surat-surat sebelum
memasuki kota Jakarta hanya dengan menggunakan kamera pemindai wajah.
Untuk memberi efek jera
kepada pelaku pelanggar lalu lintas, maka Polisi tidak boleh memberi toleransi alias
“no kompromi” kepada pelanggar. Misalnya bagi angkutan umum yang ketahuan
ngetem bukan pada tempatnya, langsung diberi tindakan tegas seberat-beratnya. Khusus angkutan umum dibutuhkan operasi khusus secara rutin untuk memastikan para pengendaranya memiliki kelengkapan surat-surat karena secara kasat mata, banyak pengendara angkutan umum yang nampak masih dibawah umur.