Pada
tahun 1992, negara Indonesia dikenal begitu kaya akan sumber daya pangan bahkan
cukup disegani oleh banyak negara-negara barat.
Terlepas dari berbagai isu yang
membuat kita membenci masa itu, kita tetap harus banyak berpotret pada masa itu.
Alasannya adalah, masa itu masyarakat Indonesia sibuk dengan urusan pribadi dan
bagaimana memenuhi dapur masing-masing agar tetap ngebul alias berasap.
Tak
ada yang berani bebas berkoar-koar, baik melalui media maupun secara individu
maupun kelembagaan. Era itu memang masa tenang Indonesia yang kini banyak di
rindukan oleh kita semua.
Tahun
1998 semua berubah, puncak dari kegaduhannya berujung pada kelahiran era
Reformasi yang di jagokan oleh para elite membawa nama masyarakat Indonesia. Harus
diakui bahwa setiap masa ada orangnya, dan setiap orang ada masanya.
Yang
jadi pertanyaan, menyesalkan kita berada pada setiap masa itu? Jawabannya ada
pada idealisme hati kita ketika kita mampu menjadikan energi positif disetiap
sisi negatif dalam setiap masa.
Tidak
perlu memutar waktu untuk mengulang masa lalu yang indah, dan menyesali masa
sekarang yang dianggap tidak berpihak atau sangat menyakitkan. Karena disetiap
masa ada saat dimana kita merasa sakit dan merasa bahagia.
Tanpa
bermaksud menyalahkan era reformasi atau kemajuan teknologi sekarang ini, saya
coba memilah beberapa sisi yang bisa menjadikan kita lebih arif dan bijaksana
sebagai masyarakat Indonesia yang terlahir dari perbedaan.
Kebebasan
berpendapat dalam era reformasi saat ini memang cukup menguntungkan kita untuk
curhat dan berpendapat didepan publik. Banyak pihak yang sukses meraih
perhatian jutaan masyarakat dan gejolak pribadinya langsung terjawab seketika.
Belajar
dari kejadian itu, mulailah satu persatu meniru gaya tersebut yang dianggap
ampuh. Akan tetapi ibarat air keruh tanpa penyulingan maka hasilnya tidak akan
jernih dan tidak bisa dinikmati.
Masuknya
teknologi moderen yang melahirkan perangkat komunikasi canggih beserta sofware-sofwarenya
yang terkemuka. Lahirnya sejumlah media sosial, telah mampu merubah metode
penyampaian pendapat.
Pergeseran
masa itu melahirkan sejumlah orator masa kini yang tanpa memandang latar
belakang moral, sosial, pendidikan, usia. Hanya butuh perangkat komunikasi yang
bisa diperoleh dengan harga beras 10 kilogram.
Dari
sisi perekonomian, kondisi ini akan membawa angin sejuk bagi jutaan masyarakat
Indonesia. Telah banyak yang terbukti sukses melalui komunikasi media sosial.
Para pedagang online dengan sejumlah produk tumbuh subur.
Jangan kaget, karena kondisi ini dimanfaatkan juga bagi para pelaku tindak kriminal untuk
mengambil setiap celah kemajuan teknologi. Mulai dari melahirkan online shop
palsu, hingga metode investasi berkedok arisan, dll. Tetapi apapun itu, ketika
kita mampu membentengi diri dengan pengetahuan maka sejatinya terhindar dari
kejadian itu.
Dari
250an juta jiwa masyarakat Indonesia, mungin saja 75 persennya telah menguasai teknologi
komunikasi saat ini. Sehingga sistem marketing produk-produk kini telah berubah
ke arah yang lebih maju yang hanya sekali klik semua orang sudah bisa tahu.
Perkembangan
masa ini menjadikan kita bisa menerima segala bentuk informasi baik dalam negeri maupun belahan negara yang
bahkan waktu sekolah dulu kita tidak pernah mendengarnya.
Disadari
atau tidak, kemajuan teknologi dan perubahan jaman yang moderen ini telah
memberi ruang empuk bagi para oknum yang iri atau belum terima setelah Indonesia
menyatakan diri merdeka hingga mampu merangkul segala perbedaan melalui
Pancasila yang Berbhineka Tungal Ika.
Bangsa
yang aman, tenteram, dan menerima segala perbedaan dari Sabang sampai Merauka.
Menerima segala perbedaan ras, suku, agama, dan warna kulit. Ingatkah? Saat tahun
90an pemerintah menggulirkan program transmigrasi? Berapa
banyak masyarakat yang berpindah dari daerah asalnya ke provinsi lain lalu
duduk rukun, hidup dan mencari nafkah secara damai, melaksanakan ibadah dengan aman
dan tenteram.
Indonesia
memang dibangun dari segala dasar perbedaan. Karena setiap pejuang 45
terdahulu tidak pernah menyatakan diri ia dari golongan mana, suku apa, dan
agama apa. Yang ia tau adalah bagaimana berjuang agar kita bisa menikmatinya
seperti saat ini. Bisa makan di restoran-restoran mewah, jalan-jalan ke luar
negeri, dan menginap dihotel-hotel mewah.
Kita
memang tidak melewati masa perjuangan itu untuk mengangkat bambu runcing,
tetapi kitalah yang harus mepertahankan. Caranya? Hanya ada dua pilihan. Bersuara
atau Diam.
Bersuara
untuk hal-hal yang positif saja agar membangun pengetahuan antar sesama, dan
diam apabila melihat atau mendengar hal-hal yang negatif terlebih mengarah pada
perpecahan antar sesama.
Disadari
atau tidak, saat ini banyak oknum yang memoles setiap berita atau informasi sedemikian
cantik sehingga berkesan membangun namun bisa berimplikasi pada penghasutan
atau menyebabkan seseorang akan merasa terpanggil untuk berbuat hal yang sama
ketika membacanya.
Di
tangan kitalah semua akan ditentukan, dalam hitungan detik kita bisa menentukan
apakah kita membunuh atau menyelamatkan mereka. Dan hanya dengan idealisme kita
yang bisa menentukan semuanya takkala kita mampu merubah segala informasi negatif
menjadi positif. Serta hanya dengan jiwa Pancasilais kitalah yang menumbuhkan
semangat antar sesama agar saling menjaga dan mengingatkan untuk hidup rukun, harmonis,
dan tenteram.
Salam,
Indonesia Rukun