RAKYATBIZ.NET, Jakarta – Krisis
moneter yang pernah dialami Indonesia meninggalkan hikmah besar.
Ambruknya pondasi ekonomi yang didominasi beberapa perusahaan besar yang
menguasai mata rantai usaha dari hulu ke hilir menyadarkan penguasa dan
pakar bahwa tata ekonomi Indonesia ketika itu begitu rentannya. Yang
bertahan justeru Usaha Kecil dan Mikro. Sektor inilah yang menyelamatkan
perekonomian Indonesia hingga tidak tenggelam di dalam krisis
berkepanjangan
Apalagi di tengah masih minimnya daya serap tenaga kerja di sejumlah
perusahaan baik swasta maupun perusahaan pemerintah, sektor Usaha Kecil
Mikro (UKM) khususnya dibidang kerajinan nusantara semakin berkibar dan
bisa menjadi alternatif saat ini.
Sektor tersebut akan lebih potensial dalam mendongrak perekonomian,
jika dilakoni dengan sungguh-sungguh. Bahkan bisa menjadi tumpuan bagi
perekonomian nasional sebagaimana yang sudah terbukti pasca krisis tahun
1997 di Indonesia.
“Sudah terbukti bahwa sektor UKM mampu bertahan dibandingkan dengan
usaha besar yang cenderung mengalami keterpurukan,” kata Julhan Sifadi,
Pemerhati Kerajinan Nusantara kepada Rakyatbiz.net di Jakarta, Jumat
(7/2).
Pasar kerajinan nusantara, lanjut Julhan, saat ini terus mengalami
geliat positif, menyusul lahirnya teknologi komputerisasi yang
memberikan sejumlah kemudahan. Misalnya, dari sisi pemasaran sejumlah
produk. Kondisi itu, merupakan kabar bagus dan menggembirakan di dunia
usaha kecil mikro yang cenderung memiliki kemampuan finansial terbatas.
“Kita cukup memiliki facebook, BBM, kita dengan mudah melakukan
transaksi penjualan, walaupun kita tidak menutup mata bahwa masih banyak
para pelaku usaha kecil mikro awam dengan teknologi seperti itu.
Tetapi, jika ada kemauan untuk belajar pasti bisa melakukannya,” papar
Julhan.
Founder di Tenun Buton JSifadi itu meneruskan, ada banyak
kerajinan-kerajinan Indonesia yang terbukti mampu menembus pasar
Internasional, seperti kerajinan ukiran kayu Jepara, kerajinan patung di
Bali, kerajinan perak di Kotagede. Jika kerajinan lain misalnya tenun
daerah bisa menyesuaikan dalam menanggapi permintaan pasar, maka tidak
menutup kemungkinan akan meraih kesuksesan yang sama. Market Indonesia
sangat besar dan pengerajin nusantara punya peluang untuk berkembang
lebih baik.
“Setidaknya kita menguasai market di negara sendiri sebelum dikuasai
asing, karena dengan penduduk Indonesia yang berjumlah sekitar 240 juta
jiwa, market kita ini sangat menjanjikan dan sangat besar,” kata Julhan,
yang lulusan terbaik Fakultas Ekonomi Unsultra itu.
Diakuinya, salah satu tantangan market di Indonesia adalah
pola pikir manusianya yang masih banyaknya anggapan-anggapan bahwa
produk lokal kurang berkelas dan sangat mahal sehingga banyak dari
masyarakat kita sendiri cenderung memilih produk-produk merek asing, walaupun itu palsu.
“Itu sering kita temui di pasar kerajinan. Misalnya, kita buat batik
tulis, dengan harga Rp.1,5 juta perlembar, orang akan mengatakan kok
mahal? Padahal, mereka tidak tahu proses kerjanya bisa memakan waktu
berbulan-bulan. Nah, dengan harga segitu mereka akan lebih memilih
baju-baju merek Tommy Hilfiger, Kira, Dior, Hermes, walaupun mereka sadari itu palsu yang dibuat di sini (Indonesia) juga,” pungkas Julhan. http://www.rakyatbiz.net/?p=536
Red. Ahmad R