Seperti
biasa, setiap pagi sebelum memulai aktifitas di kantor, aku selalu membuka
facebook untuk melihat perkembangan dunia. Media yang kerap menemani
hari-hariku dan menyambungkan pandangan dan pengetahuanku dengan dunia luar.
Dari situ aku banyak mengetahui perkembangan diluar sana. Mengingat waktuku
tidak banyak untuk menyempatkan baca koran di kantor.
Dari
sekian banyak berita yang dishare teman-teman, mataku tertuju satu judul yaitu
“Norman Kamaru Jadi Penjual Bubur”. Link berita itu langsung aku buka dan baca
lebih detail. Kata demi kata tak pernah terlewati, bukan untuk mencari alasan
atas pekerjaan barunya itu melainkan mencari alamat tempatnya berjualan.
Puluhan
media online telah aku buka tetapi baru 3 media yang memberitakannya saat itu.
Dan akhirnya pencarianku berhasil, Kalibata City, nama tempat ia berjualan.
Akhirnya siangnya aku memutuskan untuk menemuninya di lokasi dengan menghubungi
teman-teman yang tinggal di Apartmen Kalibata agar memberi petunjuk.
Sejak
dari pintu masuk Kalibata City, seorang teman sudah menunggu dan langsung
mengarahkan parkiran kendaraanku tepat di depan Tower Damar dimana Norman
Kamaru tinggal dan berjualan.
Dari
jarak 20an meter, mantan anggota Brimob Polda Gorontalo itu sudah terlihat
menggunakan kaos kuning dan sibuk memasak. Sesekali ia langsung melayani tamu
yang hendak makan.
“Mas…Norman,
gimana kabarnya?” sapaku dengan semangat sambil menggenggam tanganya. “Baik
mas, silahkan duduk” kata Norman sambil memberi instruksi kepada dua
karyawannya untuk melanjutkan pekerjaannya.
Di
tempat itu penyanyi yang dikenal karena goyang Chaiyai-Chaiya-nya itu memang
tidak sendirian, Ia ditemani dua karyawannya. Norman sendiri mengaku bekerja
secara bergantian dengan dua karyawannya itu untuk melayani pelanggan selama 24
jam.
“Waw…24
jam? Lantas menu apa saja yang disajikan untuk warungnya?” tanyaku dengan nada sedikit
kagum karena warungnya adalah sebagian kecil yang buka selama 24 jam di Kalibata
City.
“Kalau
menu siangnya, kita ada bubur Manado, dan beberapa makanan khas Manado lainnya,
kalau malam kita sediakan mie ceplok, roti bakar, chicken wings, dan minuman
seperti kopi, teh, dan lainya,” ucap dia.
Para
pengujung memang silih berganti duduk diwarung makan yang berukuran 4 x 6 meter
itu. Mereka dengan sabar menunggu pesanan walaupun butuh 30 menit agar bisa
menyicipi sepiring bubur Manado buatan Norman.
Mungkin
bulan ini adalah keberuntungan Norman karena ia mulai tenar lagi setelah
beberapa tahun tenggelam di dunia ke artisan tanah air. Sejumlah media baik cetak
maupun elektronik ramai memberitakan profesi Norman saat ini. Ada yang
memandang secara positif dan memberi suport kepada Norman, tetapi ada juga yang
mengejek bahwa ia adalah pria yang ceroboh mau meninggalkan profesinya sebagai abdi
negara di kesatuan Brimob.
Profesinya
yang baru kini dipandang sebagai balasan atas tekadnya untuk mundur dan memilih
dunia keartisan di kota metropolitan. Entah karena ia kalap dan terlalu terlena
kala itu dengan iming-iming gelimangan harta. Atau melihat pundi-pundi rupiah
dengan mudah ia bisa dapatkan dari dunia yang melanggengkan namanya sekejap
itu.
Iya
atau tidaknya, Norman kini mengungkapkan penyesalannya atas keputusan
terdahulu. Tetapi mesin waktu Doraemon hanya ada didalam dongeng dan tak
mungkin dihadirkan di dunia nyata.
“Kalau
dibilang menyesal mungkin iya, tapi entah, saya tidak bisa ungkapkan hal apa
yang saya sesali,” kata Norman sambil tersenyum.
Norman
yang dulu bukanlah yang sekarang, ia kini telah menjadi pria tegar yang mandiri
dan mampu menafsirkan setiap kejadian hidup yang dialaminya untuk bertindak
lebih bijak lagi. Mimpi-mimpinya terdahulu boleh saja terrendam tetapi
semangatnya tidak.
Di
Kota Jakarta, sejak ia memutuskan untuk
Mandiri dan meninggalkan dunia layar kaca, rasa malu yang ada dalam dirinya
dengan mudah ia taklukkan. Ia yakin bahwa kata malu takkan memberi rasa kenyang
untuknya, istrinya serta anaknya. Maka berdirilah rumah makan sederhana dengan style
warna biru miliknya itu.
Hadirnya
rumah makan itu bukan sebagai pelarian atau tanpa perencanaan yang matang. Buktinya,
sejak dibuka 2 Juni 2014 hingga saat ini warung miliknya tak pernah sepi
pengujung walaupun menu andalan hanyalah bubur Manado.
“Sebelumnya
saya memang berfikir mungkin kita buka butik saja karena di Manado kita sudah
punya dan disini kita bisa buka cabangnya, tetapi setelah saya lihat-lihat
persaingannya cukup sulit sehingga saya melirik warung makan. Dan karena bubur
Manado itu masakan kita sehari-hari kenapa tidak kita coba, dan hasilnya
seperti sekarang,” kata Norman.
Keramahannya
terhadap pelanggan rupanya menjadi alasan mengapa warung makannya sangat
diminati walaupun sebagian besar yang makan itu tidak mengenal bahwa sosok yang
memasak dan mengantarkan menu makanan itu adalah seseorang yang pernah
mengguncang dunia hiburan tanah air.
Hari
itu aku hanya punya kesempatan 2 jam untuk bersama Norman, karena ia harus
berangkat menghadiri undangan salah atu stasiun TV untuk live sehubungan dengan profesi barunya itu. Ia memang mulai banyak
meladeni panggilan wawancara di stasiun tv.
Di
meja berukuran kecil aku duduk, tiba-tiba seorang wartawati televisi ditemani sahabat
saya ikut nimbrung sehingga kami melanjutkan obrolan mulai soal pekerjaan kami
masing-masing hingga pembahasan agama.
“Kasian
yah Norman, dia sebenarnya korban pemberitaan televisi tuh, kalau seandainya
dia tidak diberitakan dengan gencar di tv waktu itu mungkin dia masih jadi
Brimob dan hidupnya akan lebih baik,” kata kawanku sambil memandang wartawati
itu.
HP
yang tadinya kusimpan di meja, tiba-tiba kuambil dan kuutak atik seraya mencari
kesibukan sendiri seolah-olah tidak mendengar statemen dari sahabatku itu. Aku
yakin kalimat sahabatku itu akan memancing amarah dari sang wartawati itu.
“Iya
benar mas, kasian dia menjadi korban pemberitaan televisi,” kata sang wartawati,
merespon pembicaraan sahabatku tadi.
Mendengar
hal itu, aku mulai tenang, sambil mengelus dada, lalu berfikir dalam hati, “kok
gak tersingguh yah wartawati itu. Bukankah dia juga adalah salah satu yang
kerap memberitakan Norman dulu? Aahh..sudahlah, bukan urusanku saol vonis
memvonis,”.
Terlepas
dari salah atau tidaknya Norman, aku melihat ada banyak pelajaran berharga yang
bisa dipetik dari Norman. Antara lain, pertama, sesuatu yang diraih dengan
sesaat maka akan berakhir dengan sesaat juga. Kedua, keberanian mengambil
keputusan akan berakibat fatal jika tidak diikuti dengan kesiapan lahir dan
bathin. Ketiga, hidup itu butuh perjuangan dan bukan perjuangan kalau tanpa kerja
keras. Keempat, jadilah dirimu sendiri yang memiliki pendirian tetap tanpa
pengaruh orang lain kecuali ia mampu mengendalikan pasang surut kehabagiaanmu. Kelima, laki-laki yang tangguh adalah dia yang
mampu menafkahi keluarganya dari uang yang halal. Keenam, jadikanlah cemoohan orang
banyak sebagai motivasi dalam bekerja dan berusaha.
Selamat
berjuang kawan, semoga sukses selalu. aamiin