
Tetapi tidak jarang juga yang menyalah artikan semangat waralaba ini dengan beranggapan bahwa mewaralabakan bisnisnya maka ia akan cepat mendapatkan uang dan untung banyak dari calon franchisee-nya atau penerima waralabanya melalui biaya investasi, royalti, ataupun franchise fee.
Ketika semangat itu menjadi dasar untuk memfranchisekan bisnisnya maka Anda-Anda para penerima waralaba bersiaplah untuk menjadi tumbal kelinci percobaan, atas sebuah bisnis yang belum teruji.
Dalam bisnis TX Travel, semangat untuk berbagi kesuksesan menjadi pondasi awalnya bisnis itu diwaralabakan. Bahkan sang pemilik Anton Thedy membangun brandnya dengan hati atau yang ia populernya dengan istilah franchise by heart. Kekuatan itulah yang menjadikan nama TX Travel susah digeser dibenak konsumen.
Hingga saat ini TX Travel sudah memiliki hampir 300an outlet di kota-kota di Indonesia. TX Travel juga tercatat sebagai peraih penghargaan Franchise Top Of Mind sejak 2011 hingga 2014 dari Majalah Franchise Indonesia dan Asosiasi Franchise Indonesia (AFI).
Atas dasar tersebut, sebelum sebuah bisnis ditawarkan secara franchise maka harus terlebih dahulu menguntungkan, sudah teruji, dan minimal telah beroperasi lima tahun karena usia tersebut berarti ia sudah melewati siklus bisnis.
Bisnis yang terlalu cepat diwaralabakan, juga akan cepat matinya. Ada sebuah brand laundry yang usianya baru 6 bulan kemudian dimitrakan dengan format Business Opportunity (BO), dan laku keras lalu mendapatkan puluhan cabang pada 6 bulan pertamanya. Dua tahun kemudian, jumlah mitranya sudah mencapai 350 mitra.
Namun akhirnya pada tahun ke 3, jumlah mitranya tinggal 30 persen karena sebagian mitranya tidak puas akan support sistemnya. Akhirnya mitra mengambil jalan membuka brand dan sistem sendiri. Contoh di atas mewakili sebagian besar bisnis BO dan franchise di Indonesia yang terlalu dini di mitrakan.
Bisnis-bisnis itu belum melewati siklus bisnisnya yakni naik turunnya permintaan pasar, sehingga belum terbukti mampu mempertahankan kinerjanya. Pemerintah melalui Permendag No. 53/M-DAG/PER/12/2012 juga mewajibkan sebuah bisnis sebelum diwaralabakan harus sudah beroperasi minimal 5 tahun.
Untuk format BO atau kemitraan, saya lebih memilih setidaknya bisnis tersebut telah beroperasi minimal 2 tahun sebelum ditawarkan secara kemitraan. Karena dalam dua tahun tersebut minimal sebuah bisnis telah melalui dua kali siklus pasang dan surut. Sudah bertemu dua kali puasa dan dua kali lebaran, dua kali bulan Januari, dan lain-lain. Sehingga jika dibuatkan trendpun sudah lumayan ada nilai trend historinya yang dapat ditunjukkan kepada calon mitranya.
Namun sayangnya justru banyak mitra yang tidak bertanya akan hal ini atau bahkan ada yang memaksa franchisornya untuk mau memitrakan kepadanya rumah makan, laundry, buble drink, dessert, yang menurutnya terlihat ramai dan menjadi pembicaraan dimana-mana atau trending topik di sosial media.
Akibat tergoda mendapatkan uang cepat dan untung besar banyak pemilik usaha yang langsung memitrakan usahanya yang belum genap umur itu. Siapa yang salah jika dimikian?
Di Kota Kendari sendiri saya mencatat ada beberapa bisnis yang potensial untuk difranchisekan ataupun dimitrakan salah satunya adalah salon inisial NT yang sukses mengembangkan cabangnya lebih dari 1. Kendati demikian, ada sejumlah indikator yang wajib dilihat oleh para pelaku bisnis sebelum menawarkan sistem franchise.
Berikut empat ciri sebuah bisnis yang bisa diwaralabakan, dan silahkan mengukur diri Anda apakah Anda layak atau tidak.
Pertama, tingkat laba yang cukup, hal ini penting karena sebuah bisnis waralaba harus memiliki tingkat laba yang lebih baik dari para pesaingnya. Karena bisnis terwaralaba atau penerima waralaba akan mengeluarkan komponen biaya awal lebih tinggi dari pada bisnis milik pewaralaba. Bisnis terwaralaba juga akan menikmati laba yang lebih rendah dari pada bisnis milik pewaralaba karena ada royalti yang harus dibayar oleh penerima waralaba kepada pemilik waralaba.
Ketika hal ini tidak menjadi tolak ukur maka bisa saja bisnis yang memiliki payback period 30 bulan dan ketika diwarlabakan bahkan dengan biaya awal waralaba hanya Rp 50 juta bisa mengakibatkan penerima waralaba memiliki payback period selama 50 bulan. Oleh karena itu, perlu penambahan nilai EBITDA lebih dulu untuk membuktikan bisa dicapai oleh pewaralaba, dengan segala penjelasan parameternya. Parameter ini akan menjadi asumsi-asumsi yang harus diuji keberlakuannya di lokasi atau wilayah pemasaran dari penerima waralaba nantinya.
Kedua, mudah penduplikasiannya, hal ini terkait dengan tingkat kerumitan operasional bisnisya. Misalnya sebuah bisnis restoran yang sangat bergantung pada koki maka sulit menstandarisasi resepnya. Bisnis jenis ini akan sulit diwaralabakan karena dianggap sulit untuk diduplikasikannya. Mengapa ini dibutuhkan? Karena sebuah bisnis warlaba akan melalui yang namanya transfer know-how.
Ketiga, ada pengendalian atau control, atau monitoring. Pengendalian dimaksud adalah mencakup standar kualitas produk baik berupa barang maupun layanan atau jasa, standar prosedur pemeriksaan kebenaran laporan keuangan, dan berbagai aspek operasional lainnya. Beberapa bisnis karena nilai royalti yang tidak bisa tinggi akibat tingkat labanya terbatas, sangat mengandalkan peran terwaralaba untuk pengendalian kualitas. Walaupun demikian pewaralaba tetap harus melakukan audit, minimal setahun sekali ditambah audit yang dilakukan diam-diam atau Mystery guset, atau kunjungan singkat tanpa pemberitahuan lebih dulu.
Keempat, orientasi jangka panjang, kerjasama waralaba minimal 5 tahun, bahkan untuk master franchising biasanya sekitar 10 tahun. Sehingga bisnis yang memiliki resiko tidak mampu beriorientasi jangka panjang sebaiknya tidak diwaralabakan. Bisnis yang diwaralabakan perlu fleksibelitas tertentu agar mampu berjangka panjang dalam arti sustainable.
Contoh, bisnis Domino’s Pizza yang semula hanya melayani pesan antar dan pilihan menu yang sangat terbatas, akhirnya harus berubah menjadi seperti yang kita lihat sekarang karena persaingan dan agar dapat menjadi sustainable.
Empat indikator tersebut adalah hal-hal mendasar yang dapat menjadi penilaian awal dari bisnis Anda bisa atau tidaknya di waralaba. Selanjutnya, yang harus Anda jawab adalah. Apa yang unik dari produk Anda? Sebuah bisnis waralaba, maka harus memiliki produk yang unik. Unik dalam disini bukan saja terletak pada seberapa menarik kemasan yang Anda miliki, kualitas rasa yang anda tawarkan, atau kualitas pelayanan yang Anda sajikan. Unik disini bisa saja sebuah pengalaman baru yang ditawarkan kepada pelanggan atau customer. (Tulisan ini sudah dimuat di Kendari Pos - Jawa Pos Grup - edisi Jumat 26 Juni 2015).