
Dilingkup para pengusaha profesional khususnya franchise atau waralaba yang menjual brand atau merek, menempatkan brand communication ini di posisi teratas dalam hal inovasi. Mengapa? Karena kekuatan sebuah brand franchise akan membuat produk atau layanan menjadi kompetitif. Sehingga berdampak tertariknya investor untuk bekerjasama serta keep coming-nya konsumen kepada merek. Selain itu, jalan untuk ekspansi pun semakin mudah.
Indonesia ada beberapa kejadian marketing communication yang sangat baik bahkan melegenda. Misalnya Auto Bridal yang melakukan event marketing bertema “Cuci Seksi” dengan menghadirkan Sarah Ashari yang mencuci dengan wanita seksi yang lain kemudian dipublikasikan melalui media massa, sehingga menyebabkan brandAuto Bridal melesat dan diburu para mitranya di seluruh Indonesia.
Kita juga tentu mengingat bagaimana personifikasi Rano Karno begitu melekat di Primagama sehingga orang mengira Primagama itu punya Rano Karno. Bagaimana Kebab Turki Baba Rafi, mendapat dampak yang sangat besar dari kemenangannya di kontes WMA angkatan pertama yang melambungkan nama sosok Hendy Setiono yang kemudian menciptakan daya tarik terhadap brand Baba Rafi yang sebelumnya tidak ada yang mengenal.
Sementara Shop & Drive yang berani memposisikan diri sebagai toko spare part dan Aki dengan layanan antar jemput di Indonesia. Dan juga bagaimana perkembangan Bakmi Naga Resto yang mulainya hanya dua outlet kemudian menjadi puluhan outlet berkat keberaniannya melakukan transformasi desain outlet dan meningkatkan citra mereknya.
Ketika seorang pengusaha membangun sebuah brand, secara tidak langsung ia telah membangun kepercayaan (trust) konsumen terhadap produk yang ditawarkan oleh produsen. Ketika brand telah kuat, secara otomatis konsumen akan keep coming. Brand yang telah kuat pun umumnya memiliki konsumen yang loyal, dan saat konsumen loyal maka biaya ekspansi ke lokasi lain maupun peluncuran produk baru akan lebih efisien dibanding perusahaan lain, yang pada akhirnya akan meningkatkan profitabilitas perusahaan.
Olehnya itu brand memiliki peranan yang sangat besar entah itu bisnis waralaba atau UKM pemula yang biasa dikenal dengan istilah BO (Business Opportunity).
Dalam hal mengkomunikasikan brand, kita bisa menggunakan keterseiaan internet saat ini, memanfaatkan media sosial, ataupun dapat menggunakan Co-Branding atau istilah perkawinan merek.
Pada tahun 2005an, perkawinan brand ini sukses membawa sejumlah brand seperti ITT-Sheraton, lalu kartu kredit Visa membangun branding-partnershipdengan berbagai bank di seantero dunia. Tujuan dan latar belakang kemitraan merek ini beragam. Ada yang bertujuan untuk mengaliansikan kekuatan dalam satu aspek dengan kekuatan di aspek lain yang dimiliki mitra.
Misalnya, yang satu jago teknologi dan pengembangan produk, yang lainnya jago pengembangan pasar, maka aliansinya akan menghasilkan kekuatan sinergi yang lebih besar. Ada pula yang bertujuan penghematan biaya bersama. Atau pula untuk menggabungkan basis pasar yang karakteristiknya sama, sehingga menjadi pasar yang lebih besar dan dapat digarap secara lebih efisien.
Perkawinan merek ini juga bisa saja akhirnya malah membuka pasar yang baru. Bisa dibayangkan kalau setiap SPBU atau pompa bensin juga memiliki minimarket ataupun kedai kopi dan snack kecil, atau di setiap gerai Alfamart ada gerai selular.
Co-branding sering dipandang akan cenderung menguntungkan sepihak bila salah satu merek yang cukup kuat menjadi promotor merek lainnya. Artinya, yang satu belum ngetop-ngetop amat, tapi dengan menggandeng merek yang top, naiklah popularitas mereknya. Namun hal ini tidak masalah, karena seringkali merek yang ngetop juga membutuhkan mitra segala lapisan untuk memperkuat posisinya.
Rumah makan sroto di Banyumas saja bisa berkawin merek dengan Kecap Bango, misalnya. Di Amerika, Sandella Sandwhich masih kalah ngetop dengan mitranya yang begitu popular, Starbucks. Namun kolaborasi keduanya cukup mengguncang kota New York.
Lalu bagaimana dengan orang yang berkata seperti ini? “Saya tidak perlu branding karena begini saja saya sudah laku banyak,”. Kalimat seperti ini sejatinya dihindari, karena terlalu cepat berpuas diri seperti ini akan sangat membahayakan pelaku usaha dari sisi marketnya. Disadari atau tidak, persaingan disetiap jenis bisnis akan semakin ketat seiring dengan lahirnya pengusaha-pengusaha baru.
Pernakah Anda bertanya, bagaimana membendung para pesaing yang masuk belakangan, sementara kita sudah merintis pasar dari awal? Pertanyaan ini adalah klasik dan sama seperti bisnis umumnya, kalau suatu sektor sedang laku-lakunya, pasti akan mengundang para pemain masuk kedalam sektor tersebut.
Ketika bisnis factory-outlet ramai, semua ingin masuk bisnis yang sama. Berjualan pisang molen laku, brownies kukus laris manis, semua juga ikutan. Celakanya, kadang yang masuk belakangan lebih siap, lebih baik dan lebih ciamik, sehingga bisa saja dia menyalip sang pendahulu.
Yang harus Anda pertanyakan lagi kepada diri Anda sendiri adalah, apa kelebihan dan kehebatan bisnis Anda dibandingkan saingan? Apakah kelebihan saingan yang masuk belakangan dan mungkin Anda lalai dalam hal tersebut ? Banyak para pemain awal yang terlena dengan ‘catatan sejarah masa lalu yang sukses’, namun tidak dapat mempertahankan posisinya sebagai pemimpin pasar. Seberapa popular kue sus Merdeka saat ini dibandingkan sepuluh tahun yang lalu? Seberapa hebat toko kue (bakery) Holland dapat membendung kehadiran para pemain baru ? Apakah JCO Donut akan mengancam Dunkin Donut, yang selama ini tetap favorit, walaupun Country Donut mencoba menantangnya?
Membendung para penantang memang bukan hal mudah, namun inilah tantangan yang memang harus dihadapi dalam situasi persaingan yang kian keras. Kalau pebisnis tidak mencermati situasi persaingan serta melakukan strategi pemasaran yang tepat, maka hampir pasti akan tergilas oleh persiangan tersebut.
Memang dua pilihan utama dalam menghadapi pesaing adalah head-on (hadapi langsung) atau avoid (hindari). Biasanya pemain yang reaktif akan menghadapi langsung, namun patut dicatat bahwa pemimpin pasar yang cerdik akan menghindari dan memposisikan dirinya ‘lebih’ dari penantangnya (outsmart), lalu melakukan langkah manuver yang secara tidak langsung memukul penantang tanpa harus frontal (outmaneuver). Pizza Hut tidak merasa harus langsung meladeni para penantangnya, namun langkah-langkahnya cukup inovatif.
Ada beberapa tips yang parktis untuk menjadi acuan bagaimana kita membendung serangan para pesaing tersebut:
Pertama, lakukan intelijen pemasaran, selalu cermati persaingan dan kenalilah siapa pesaing potensial. Di era informasi seperti saat ini, tidak terlalu sulit untuk mendapatkan informasi dari pasar dan perkembangan-perkembangan yang terjadi. Katakanlah, ketika seorang pebisnis salon yang sangat terkemuka memasuki bisnis makanan, atau ketika merek waralaba asing masuk pasar lokal, semua media akan mengekspos, para pemasok juga menjadi sumber informasi.
Kedua, inovasi yang berkelanjutan dan menempatkan diri terdepan. Peter Drucker, sang mahaguru manajemen pernah mengatakan bahwa bisnis terdiri dari dua elemen : marketing and innovation, lainnya hanya biaya. Tanpa melakukan inovasi, maka konsumen akan merasa bosan. Salon pun harus berinovasi, suasana ruangannya diperbaharui secara berkala, mungkin juga diberi aromatherapy, para penata rambutnya dibekali dengan ketrampilan yang up-to-date, disediakan welcome drink yang tidak melulu aqua, disuguhi alunan musik yang lembut. Berjualan pisang goreng juga bukan sekedar pisang digoreng, namun bisa disajikan dengan berbagai varian, sama halnya martabak bisa berbagai varian baru, bisa rasa strawberry, blueberry, bahkan durian, tidak melulu coklat, keju dan kacang.
Ketiga, differensiasi yang memperkuat nilai di mata konsumen. Inovasi dan differensiasi ibarat pedang bermata dua. Inovasi memperbaharui suatu produk atau layanannya, differensiasi memperkokoh keberadaannya dengan memberikan sentuhan keunikan yang cukup berarti bagi konsumen. Breadtalk tidak hanya sekedar inovatif dalam produknya, namun juga unik bentuk produk dan cara menjualnya dengan konsep toko roti yang sangat berbeda dari lainnya. Tukang soto saja bisa melakukan differensiasi dengan ‘gebrak’, sehingga dikenal sebagai ‘soto gebrak’, ketimbang bersaing dengan ‘soto kumis – soto kumis’.
Keempat, bangun komunitas pelanggan dan lakukan komunikasi yang berkelanjutan. Keakraban dengan pelanggan membuat mereka akan selalu kembali lagi dan untuk para pelanggan loyal ini dapat dibentuk sebuah komunitas. Para pengguna Nokia saja memiliki klub sebagai wadah komunitas, sama halnya anak-anak yang sepulang sekolah ingin makan sambil bermain di Mc.Donald, akhirnya menjadi komunitas anak-anak tersendiri. Penikmat kopi yang suka mangkal di kafe Excelso juga perlu bukan hanya sekedar memiliki kartu diskon, namun sesekali dapat berkumpul dan beraktivitas bersama di kafe tersebut. Bedah buku, quiz atau talkshow, misalnya. Komunikasi perlu dibangun dengan para pelanggan loyal ini sehingga mereka akan menjadi alat word-of-mouth (gethok tular), alat promosi yang murah namun efektif.
Terbit di Kendari POS Edisi 12 Juni 2015