Mungkin aku
terlalu cepat berkata sayang setelah terpesona dengan senyuman maut yang kau
hempaskan seketika disiang bolong. Aromanya begitu kuat memikat menyejukkan
lubuk yang tengah gusar setelah sekian lama kosong melompong diterpa ombak
luntang lantung dilaut pasifik. Yah…dan harus aku akui itu memang kesalahan
terbesar yang pernah aku lakukan.
[ Read More ]
Hari demi
hari perasaanku semakin memuncak dan kau tetap membalas setia untaian kata-kata
manis yang kuberondongkan layaknya senjata otomatis tanpa kehabisan amunisi.
Ahh..aku salah, aku salah…teriakku dalam hati.
Hatiku terus
berkecamuk melawan keinginanku yang mulai menikmati detik demi detik
kebersamaan itu. Ketinggian tembok berlin Jerman seakan tak mampu lagi
membendung perasaan ini.
Setiap pundakku
menyentuk bantal dipembaringan, aku tak henti berfikir akankah jembatan San
Mateo California yang telah terbangun sempurna ini kan runtuh seketika jika aku
memaksa untuk melaluinya.
Tuhann…ada
apa ini…!!???
Hahhh…kegusaran
itu perlahan lenyap saat kau berusaha meyakinkan aku ditengah beberapa pemicu
bom terpasang sempurna dipijakanku. Kemesraan dan belaianmu sungguh membuatku
lalai bahwa suatu saat aku akan tercabik-cabik.
Pesan-pesan
cinta yang lahir tanpa dosa kau sematkan satu persatu menejam dan membuatku
sesak seakan-akan kau akan halal bagiku. Bibir manismu menutupi dosa-dosa yang tersenyum
menyambut kita nanti. Tubuhmu melalaikan imanku yang merintih dan tersedu-sedu
sejak bertahun-tahun melindungiku.
Dua irama
ini sungguh tak bisa aku tolak takkala aku menggigil dikegelapan, dan mulai tak
ikhlas jika engkau mendesah pelan akibat sentakan orang lain. Aku sungguh
menjadi sopir mobil mewah tanpa surat-surat yang bisa ditilang beruntun di 10
lampu merah yang aku langgar.
Mungkin otak
ini yang tak mengenal etika hingga begitu mudah menyelami lautan Afrika tanpa
tabung oksigen melekat dipernapasan. Ataukah hati ini yang kusam setelah
diremas tangan manisnya yang kini tersenyum menikmati masa-masa barunya. Yah
kau yang sedang di puncak asmara setelah mendapat genggaman erat dari seorang
musyafir tanpa bekal.
Minggu,
bulan, bahkan tahun…telah terlewatkan begitu suka dan duka, sementara mata ini
mulai sayu memandangimu. Sesungguhnya aku telah berada jauh dari dunia yang
dulu aku tangisi dan sepakati dengan Tuhan.
Ijinkan
aku untuk….meretas keadaan ini…!!!
Aku mencoba
melangkah maju melupakan sejenak tapak kakiku dibelakang, kubiarkan hujan
melenyapkannya. Sementara kelopakku yang telah perih menahan sakitnya terpaan debu
disiang hari kubiarkan bercanda ria untuk alasan air mataku menetes perlahan.
(Bersambung). Baca Cinta Terlarang II
http://julhansifadi.blogspot.com/2013/09/aku-cinta-terlarang-ii_5.html
http://julhansifadi.blogspot.com/2013/09/aku-cinta-terlarang-ii_5.html